DELI SERDANG [ GAOEL NEWS ] Penanganan perkara dugaan penganiayaan yang melibatkan Satam JM, seorang jurnalis sekaligus anggota Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI), kini menjadi perhatian publik. Pemanggilan klarifikasi oleh Polres Tebing Tinggi menuai kritik karena dinilai tidak profesional, sarat kejanggalan, bahkan diduga mengandung unsur intimidasi terhadap jurnalis.
Kabid Humas Polda Sumatera Utara “Judul Berita Menyudutkan Polisi”.Menanggapi pemberitaan berjudul “Pemanggilan Klarifikasi oleh Polres Tebing Tinggi Dinilai Tidak Profesional dan Terindikasi Dipaksakan”, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Fery Waitantukan menyatakan keberatannya. Ia mengaku belum memperoleh informasi utuh mengenai organisasi AKPERSI, serta merasa terganggu dengan pemberitaan tersebut.
“Saya juga polisi, dan pemberitaan ini menyudutkan institusi kami,” ujarnya saat dihubungi melalui ponsel milik anggota AKPERSI.
Ketua Umum AKPERSI, Rino Triyono SH
merespons singkat namun tajam, “Kalau Polda belum tahu soal AKPERSI, silakan cek langsung di Google. Pernyataan Kabid. Humas ini justru diduga terkesan sebagai bentuk intervensi terhadap organisasi dan kerja jurnalistik.”
Data Lokasi Berubah, Dugaan Pelanggaran Administratif Muncul. Laporan pengaduan atas nama Anggraini telah teregistrasi dalam Surat Nomor: B/580/III/RES.1.24/2025/RESKRIM tertanggal 21 Maret 2025. Dalam laporan tersebut, Satam JM dituduh melakukan penganiayaan pada 14 Maret 2025 pukul 15.30 WIB di Dusun II, Desa Paya Lombang, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai. Namun, dalam surat panggilan klarifikasi kedua yang diterbitkan 17 April 2025, lokasi kejadian berubah menjadi Desa Kuta Baru. Perbedaan signifikan ini memunculkan dugaan pelanggaran prosedur serta inkonsistensi administratif oleh aparat penegak hukum.
Kuasa Hukum: “Tuduhan Mengada-Ada, Ini Bentuk Pemaksaan Hukum”
Kuasa hukum Satam JM, Hendra Prasetyo Hutajulu, SH, MH, menilai tuduhan terhadap kliennya tidak berdasar.
“Klien kami tidak berada di lokasi saat kejadian karena sedang menjalankan tugas jurnalistik di luar kota. Ini murni bentuk pemaksaan hukum dan pencemaran nama baik. Kami akan tempuh jalur hukum hingga ke Divisi Propam dan Polda Sumut,” tegas Hendra pada Senin (21/04/2025).
Ia juga menyayangkan sikap Polres Tebing Tinggi yang dinilai mengabaikan prinsip Restorative Justice sebagaimana tertuang dalam SE Kapolri No. 8 Tahun 2021 dan Perja No. 15 Tahun 2020.
Satam JM: “Ini Hoaks dan Fitnah, Polisi Abaikan Fakta di Lapangan”. Satam JM dalam keterangannya kepada awak media menyatakan bahwa tuduhan terhadapnya adalah fitnah yang tak berdasar.
“Saat kejadian, saya sedang bertugas di luar kota. Sementara pelapor justru menyerang rumah saya bersama keluarganya. Anehnya, polisi tidak melakukan klarifikasi atau pengecekan di tempat kejadian terlebih dahulu sebelum menerbitkan surat panggilan. Ini aneh dan tidak sesuai prosedur,” tegas Satam.
Laporan Lain Terbengkalai, Media Pertanyakan Standar Ganda. Kritik serupa disampaikan Rudianto Purba, anggota AKPERSI sekaligus pimpinan media Gnewstv . Ia mempertanyakan lambannya penanganan laporan penganiayaan terhadap Abdul Wahab Sinambela yang telah ia layangkan jauh lebih awal.
“Laporan kami lebih dahulu masuk, tapi tidak ada progres. Sementara kasus penuh kejanggalan ini diproses kilat. Ada apa dengan penegakan hukum kita?” ungkapnya dengan nada kecewa.
Kapolres Bungkam, Publik Menanti Transparansi. Hingga berita ini ditayangkan, diduga Kapolres Tebing Tinggi AKBP Simon Paulus terkesan tidak respon , belum memberikan tanggapan resmi, meski telah dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp ke nomor pribadinya.
Permasalahan kasus ini menyulut reaksi dari berbagai pihak, termasuk insan pers, praktisi hukum, dan aktivis sipil di Sumatera Utara. Mereka mendesak aparat untuk menjalankan hukum secara adil, transparan, dan tidak tebang pilih.
“Ketika hukum mulai kehilangan arah, suara kebenaran dari publik dan pers harus menjadi penyeimbang. Jangan sampai hukum dijadikan alat untuk menekan,” pungkas Sekda DPD AKPERSI Sumatera Utara KH.Rony Syahputra
Wartawan Zulham Effendi