Herwin MT Sagala Menanggapi Pembentukan Satgas Penanganan Premanisme dan Ormas: Seruan untuk Proporsionalitas dan Keadilan Hukum

Pekanbaru, – Gaoelnews.com – Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Budi Gunawan, mengumumkan pembentukan Satuan Tugas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Satgas ini bertujuan menjaga stabilitas nasional dan memberikan kepastian hukum terkait aktivitas ormas yang dinilai meresahkan masyarakat serta berpotensi mengganggu iklim investasi. Menko Budi menegaskan, pemerintah tidak akan ragu menindak tegas premanisme dan ormas yang melanggar hukum.

Namun, langkah ini menuai respons kritis dari Herwin MT Sagala, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Generasi Sosial Peduli Indonesia (GSPI) Provinsi Riau. Herwin mempertanyakan narasi yang menyamaratakan ormas sebagai pengganggu investasi. “Ormas didirikan sesuai ketentuan berazaskan Pancasila dan tunduk pada UUD 1945. Jika ada oknum yang bermasalah, itu persoalan individu, bukan institusi ormas secara keseluruhan,” tegas Herwin dalam keterangan resminya, Jumat (09/05/2025).

Dalam hal ini Herwin memberikan analogi: “Jika ada oknum Polisi, TNI, atau Kementerian yang melakukan kejahatan, apakah lantas institusi tersebut disebut pengganggu stabilitas? Tentu tidak. Prinsip keadilan harus sama: oknum yang bersalah yang ditindak, bukan melebeli seluruh organisasi.” Ia menambahkan, generalisasi terhadap ormas berisiko memicu ketidakpercayaan publik dan berpotensi memicu solidaritas antar-ormas. “Jika ormas terus dipersalahkan, bukan tidak mungkin mereka akan membentuk aliansi nasional sebagai bentuk keresahan,” ujarnya.

Pembentukan Satgas Terpadu ini merupakan respons atas maraknya laporan terkait intimidasi preman dan ormas terhadap dunia usaha. Pemerintah menilai hal ini mengancam stabilitas ekonomi, terutama di daerah dengan potensi investasi tinggi. Namun, kritikus seperti Herwin menilai pemerintah perlu menghindari stigmatisasi yang berlebihan, mengingat banyak ormas yang berperan dalam program sosial dan pemberdayaan masyarakat.

Herwin mengapresiasi komitmen pemerintah menegakkan hukum, namun menekankan pentingnya pendekatan proporsional. “Satgas harus bekerja objektif, membedakan antara ormas yang patuh hukum dan oknum nakal. Jangan sampai kebijakan ini justru memukul rata ormas yang selama ini berkontribusi positif dalam pembangunan,” paparnya.

Respons Kritis dari Herwin MT Sagala (GSPI Riau): Tuntutan Proporsionalitas Hukum.

Kebijakan pemerintah ini menuai kritik dari Herwin MT Sagala, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Generasi Sosial Peduli Indonesia (GSPI) Provinsi Riau. Herwin menilai pemerintah melakukan generalisasi yang tidak adil dengan menyamakan ormas sebagai “pengganggu investasi”.
Berikut poin-poin utama argumentasinya:
1. Ormas Berbasis Pancasila dan UUD 1945
Herwin menggarisbawahi bahwa pendirian ormas di Indonesia diatur ketat oleh UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang mewajibkan semua ormas berazaskan Pancasila, tunduk pada konstitusi, dan tidak boleh bertentangan dengan NKRI.
“Mendiskreditkan ormas secara kolektif sebagai pengganggu investasi adalah kebijakan yang tidak proporsional. Jika ada oknum yang melanggar, proses hukum harus difokuskan pada individu, bukan menghakimi seluruh organisasi,” tegas Herwin.
2. Analogi Institusi Negara: Polisi, TNI, dan Kementerian
Herwin memberikan analogi untuk menekankan inkonsistensi kebijakan:
“Jika ada oknum polisi korupsi, apakah institusi Polri disebut perusak stabilitas? Jika oknum TNI terlibat pelanggaran HAM, apakah TNI dituduh sebagai ancaman? Mengapa standar ini tidak berlaku untuk ormas? Ini jelas diskriminasi hukum!”
3. Peringatan Solidaritas Ormas dan Seruan Aliansi Nasional
Herwin mengingatkan, stigmatisasi berlebihan berpotensi memicu solidaritas antar-ormas.
“Jika pemerintah terus menyamaratakan ormas sebagai ‘biang kerok’, bukan tidak mungkin mereka akan membentuk Aliansi Ormas Indonesia untuk membela hak sipil yang diabaikan. Ini bisa menjadi bumerang bagi stabilitas yang justru ingin dijaga pemerintah.”
4. Kontribusi Ormas yang Diabaikan
Herwin menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai mengabaikan peran ormas dalam pembangunan.
“Banyak ormas yang aktif membantu penanganan bencana, pemberdayaan UMKM, hingga pendidikan masyarakat. Pemerintah hanya melihat sisi negatif tanpa apresiasi. Ini merusak semangat gotong royong.”

Rekomendasi untuk Kebijakan Berkeadilan.

Diakhir argumentasinya Herwin MT Sagala menyampaikan agar terbentuknya Koalisi Ormas Peduli Bangsa yang menghimbau pembentukan Satgas tersebut agar :
Fokus pada Oknum Pelaku: Satgas harus menindak individu pelaku kejahatan, bukan mengkriminalisasi ormas secara keseluruhan.Transparansi Mekanisme Kerja Satgas: Publikasi kriteria investigasi dan proses hukum untuk hindari kesewenang-wenangan. Serta mengadakan Dialog Nasional Multipihak: Pemerintah perlu melibatkan ormas, akademisi, dan lembaga HAM dalam merumuskan kebijakan yang inklusif.

Red

Herwin MT Sagala Menanggapi Pembentukan Satgas Penanganan Premanisme dan Ormas: Seruan untuk Proporsionalitas dan Keadilan Hukum
Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *