PEKANBARU [ GAOEL NEWS ] Niat baik Radit untuk taat pajak justru berujung pada dugaan pemerasan dan beban biaya yang melonjak drastis tanpa alasan yang masuk akal. Warga Pekanbaru ini mengaku dipermainkan oleh oknum pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Pekanbaru saat hendak membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Radit hanya ingin mengurus peningkatan status tanah yang baru dibelinya dari SKGR menjadi sertifikat. Ia sudah mempersiapkan dokumen dan dana yang dibutuhkan.
Berdasarkan keterangan petugas Bapenda berinisial ZL, nilai jual objek pajak (NJOP) tanahnya adalah Rp160.000 per meter, dengan luas 2.011 meter persegi. Artinya, total BPHTB yang mesti ia bayar diperkirakan hanya Rp12 jutaan. Bahkan, karena adanya potongan resmi 50 persen dari Pemko, jumlah itu bisa ditekan menjadi sekitar Rp6 juta saja.
Namun, jalannya tak semulus itu.
Radit ditawari “bantuan percepatan” oleh ZL, yang menjanjikan pengurusan BPHTB hingga tuntas dengan biaya tambahan Rp3,5 juta. Tak ingin prosesnya berbelit, Radit mengiyakan dan langsung menyerahkan uang tersebut secara tunai.
Beberapa hari kemudian, saat tim Bapenda meninjau lokasi tanah, datanglah permintaan tambahan dana percepatan sebesar Rp5 juta lagi. Merasa tak masuk akal, Radit menolak. Ia minta urusan dihentikan saja.
Namun uang yang sudah diserahkannya tidak dikembalikan penuh dari Rp3,5 juta, ia hanya menerima Rp2 juta. Sisanya, Rp1,5 juta, hingga kini belum dikembalikan.
Yang membuat Radit benar-benar terpukul, NJOP tanahnya tiba-tiba melonjak drastis menjadi Rp916.000 per meter, hanya dalam hitungan hari. BPHTB yang awalnya hanya belasan juta rupiah, berubah menjadi Rp89.678.800.
“Saya datang ke Bapenda, meminta koreksi. Tapi mereka hanya bilang tanah saya masuk kawasan perumahan,” ujar Radit, Kamis (24/4). Padahal, menurutnya, kawasan itu belum memiliki izin sebagai perumahan. “Izin bahkan belum saya urus. Baru ada rumah contoh. Belum ada satu unit pun dijual,” lanjutnya.
Radit akhirnya mendatangi Kepala Bidang Pengendalian Pajak (Daljak) Bapenda Pekanbaru, Hidayat Al Fitri. Ia dijanjikan akan ada koreksi. Hasilnya? NJOP memang diturunkan, tapi hanya menjadi Rp614.000. BPHTB pun masih menyentuh Rp59.312.700, jauh dari perkiraan awal.
“Ini bukan koreksi, ini pembenaran sepihak. Ada aturannya, pajak tidak bisa dinaikkan sesuka hati. Saya belum membangun, izinnya belum keluar. Kok sudah dihitung seperti unit perumahan siap jual?” ujarnya, dengan nada getir.
Radit hanya satu dari sekian banyak warga yang mungkin mengalami hal serupa. Ia berharap kasusnya menjadi pelajaran agar pelayanan publik di Pekanbaru dibersihkan dari praktik tak sehat. “Kalau warga yang ingin patuh saja diperas seperti ini, bagaimana kami bisa percaya pada sistem?” tutupnya.
Ros.H