PEKANBARU – GAOEL NEWS| Dalam dinamika politik Pilkada Pekanbaru 2024, janji-janji politik terus menggema, membawa harapan baru bagi warga.
Salah satu janji yang menarik perhatian publik adalah janji salah satu pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota yang akan mengalokasikan Rp100 juta per RW jika terpilih.
Namun, Dr. Tito Handoko, S.IP., M.Si., pengamat politik dari Universitas Riau, memberikan pandangan kritis terhadap janji ini. Menurutnya, janji tersebut terlalu naif dan tidak realistis mengingat kondisi keuangan Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru yang saat ini mengalami defisit.
“Pertama, kita harus melihat postur APBD terlebih dahulu. Hari ini, Pemko Pekanbaru masih dalam kondisi defisit, bahkan insentif untuk RT/RW yang hanya Rp600-700 ribu saja sering terlambat dibayarkan. Lalu, bagaimana mungkin anggaran sebesar Rp100 juta per RW bisa direalisasikan?” ujar Dr. Tito dalam wawancara eksklusif.
Dengan jumlah RW di Pekanbaru yang mencapai sekitar 650, total anggaran yang harus disiapkan pemerintah mencapai Rp65 miliar per tahun. Angka ini tentu bukan jumlah yang kecil, apalagi mengingat anggaran Pemko yang tersisa setelah pengeluaran rutin,pendidikan serta kesehatan hanya tinggal sekitar Rp200 miliar.
“Jika 65 miliar dialokasikan hanya untuk RW, tinggal berapa lagi yang bisa digunakan untuk infrastruktur dan kebutuhan lain? Padahal, Pekanbaru masih membutuhkan banyak perbaikan, terutama dalam hal infrastruktur, jalan, drainase, dan sampah yang masih menjadi masalah besar selama lima tahun terakhir,” lanjutnya.
Janji Politik dan Realitas Anggaran
Dr. Tito juga mengingatkan pentingnya keselarasan antara janji politik dan realitas anggaran yang tersedia. Menurutnya, janji politik yang tidak disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah hanya akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Janji politik itu jangan sekadar untuk menarik suara, tapi harus realistis. Kalau APBD-nya defisit, bagaimana janji-janji tersebut bisa diwujudkan?” katanya.
Ia menekankan bahwa tantangan terbesar Pekanbaru saat ini adalah meningkatkan Indikator Livable City atau kota layak huni. Kota-kota besar di dunia telah berfokus pada peningkatan indikator ini dengan memperbaiki infrastruktur dan layanan publik, mengurangi kemacetan, kriminalitas, dan pengangguran.
Menurutnya, daripada mengalokasikan Rp100 juta per RW, lebih baik fokus anggaran diarahkan untuk peningkatan kualitas hidup warga secara keseluruhan.
Masyarakat Harus Cerdas Memilih
Di tengah euforia Pilkada, Dr. Tito mengingatkan masyarakat untuk lebih bijak dalam menilai janji-janji politik.
“Masyarakat harus lebih cerdas dalam menyikapi janji-janji yang terlalu muluk. Kita harus melihat rasio kecukupan anggaran dan prioritas pembangunan. Jangan sampai janji yang banyak malah membebani APBD yang sudah defisit,” tuturnya.
Menurutnya, salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah dengan mengundang para kandidat untuk membedah visi dan misi mereka di kampus atau dalam forum-forum warga. Dengan demikian, masyarakat bisa memahami secara lebih mendalam apakah janji politik yang disampaikan sesuai dengan kondisi keuangan daerah.
“Debat kandidat di televisi mungkin tidak cukup karena waktu yang terbatas. Forum-forum warga bisa menjadi ajang yang tepat untuk mengeksplorasi lebih dalam visi dan misi calon kepala daerah, sehingga masyarakat bisa menilai apakah janji politik tersebut realistis atau hanya strategi untuk mendapatkan suara,” pungkasnya.
Sebagai penutup, Dr. Tito berharap bahwa siapa pun yang terpilih sebagai Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru 2024-2029, harus bisa membawa perubahan nyata untuk kota ini, terutama dalam penanganan banjir, sampah, dan penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih baik.
Janji Rp100 juta per RW yang diusung oleh salah satu pasangan calon memang terdengar menggiurkan. Namun, dengan kondisi APBD Pekanbaru yang sedang defisit, janji ini menuai kritik dari kalangan pengamat politik. Masyarakat diharapkan dapat lebih bijaksana dalam menilai setiap janji politik, memastikan bahwa janji tersebut realistis dan dapat diwujudkan demi kemajuan Pekanbaru.
Maslina